— Listen to this song while reading this: https://open.spotify.com/track/4TPIAnmVnouoZuwB6blHWl?si=f5HKXFj1R6mtGCxezRiKrQ
Kata orang, hidup ini bagai perlombaan lari, dimana kita harus berlari sekencang tenaga hingga nyaris tertatih kehilangan napas untuk sampai garis finish yang jauh ujungnya tanpa batas.
Kata orang, kita hidup di dunia ini harus selalu 'sempurna' agar dapat diterima semua insan manusia dan dapatkan segala rasa bahagia yang ditakdirkan semesta.
Kata orang, manusia itu harus pandai-pandai dalam menutupi luka dan rasa sedihnya agar selalu terlihat kuat untuk selesaikan perlombaan lari yang kita sendiri tak tahu pasti kapan pertandingan itu dimulai dengan resmi.
Padahal, hidup ini seharusnya hanya perlu dinikmati saja 'kan alurnya sebagaimana mestinya? Tak perlu mengejar suatu standar sempurna yang ditetapkan orang lain di luar sana, tak perlu haus mengejar validasi dari orang lain yang hanya mungkin membuat hati puas untuk sementara.
Namun sayangnya, manusia itu selalu berlomba-lomba menutupi segala luka, menggali lubang dalam-dalam ‘tuk mengubur segala rasa 'kurang' yang menyerang, serta mencoba menipu semesta dengan topeng-topeng mahal yang tak pernah terkelupas oleh goresan badai kuat yang menerpa. Mereka tertatih-tatih menutupi segala celah yang ada hanya demi satu kata 'validasi' dan juga 'pujian' dari orang lain yang dulunya mencaci dengan keji.
Memangnya, kita di dunia ini harus selalu jadi 'si kuat' yang selalu berambisi menang dalam perlombaan lari itu ya?
Lantas bagaimana dengan 'si lemah' yang jangankan berlari kencang menuju garis finish akhir, untuk berjalan melewati pita start saja mereka butuh waktu lama untuk menjangkaunya. Apa di dunia ini, tak ada lagi tempat untuk mereka 'si lemah' yang jauh dari kata sempurna? Entahlah, aku sendiri pun tak tahu jawaban pastinya.
— Pesan untuk ‘Si Lemah’ yang sedang berlari menuju garis finish nya masing-masing.
Hai, Si Lemah
Aku tahu kamu hebat,
Aku tahu meskipun jalanmu lambat,
Tapi kamu selalu kuat,
Kuat untuk menghalau segala batu rintangan yang tiba-tiba datang tak diundang,
Kuat untuk selalu menebar kebaikan,
Kuat untuk meyakinkan dirimu sendiri yang penuh ketakutan,
Kuat untuk berdiri di atas kakimu sendiri yang gemetar karena cibiran,
Kuat untuk terus berjalan maju meskipun banyak yang merendahkanmu,
Hai, Si Lemah
Jangan pernah memaksa 'tuk menjadi sempurna, ya?
Karena sejatinya di dunia, satu kata 'Sempurna' hanya milik Tuhan semata,
Setiap manusia pasti punya segala celah yang membuat ia jadi ‘si lemah yang tak berdaya’
Tapi manusia itu, sebaik-baiknya ciptaan-Nya yang punya akal cerdik untuk berpikir,
Akal cerdik untuk mengatur strategi persembunyian 'sisi lemah' yang selama ini ia tutupi rapat-rapat dengan sangat apik,
Katanya sih agar orang lain tak melihat 'sisi lemah' nya dengan gamblang.
Padahal, sebenarnya jadi 'Si Lemah' itu tak selamanya buruk,
Kita jadi tahu, kalau diri ini punya sisi ’Istimewa' dan 'Hebat' dengan caranya sendiri,
Dengan rona sinar warna yang berbeda-beda, yang saling memancar membentuk persatuan 'Keistimewaan' menawan tiada duanya
Jadi,
Hai Si Lemah!
Jangan pernah berhenti melangkah ya?
Tunjukkan pada dunia kalau 'Si Lemah' juga punya masanya untuk bersinar menjadi 'Si Kuat' dalam versi terbaiknya.
— inspired by ‘Si Lemah’ by Ran X Hindia.